Ketika mentari perlahan-lahan mulai
menghilangkan dirinya di ufuk barat, rembulan kembali berkuasa di puncaknya, bulat
penuh berkilauan. Ribuan titik cahaya ikut serta berbagi keindahan. Helaian
daun yang kuat tergenggam dalam rantingnya enggan berhenti bergoyang selaras
dengan hembusan dingin yang dapat dirasakan namun tidak pernah terlihat. Semuanya berpadu menampilkan
pemandangan yang penuh rahasia. Rahasia tentang hati yang tidak satupun orang
dapat menduga.
Petang
kembali berganti pagi. Mentari mulai menampakkan diri, sinar hangat menyapa
bumi dan seisinya. Mengalir tetesan embun di pangkuan dedaunan. Teriakan ayam
jantan memecahkan kesunyian. Burung-burung yang berkicau menyambut pagi yang
cerah di hari pertama Farah kuliah.
Masa kuliah adalah masa di mana Farah
mulai menampakkan identitasnya lewat fashion yang dikenakan. Pasalnya, masa
kuliah adalah masa di mana ia meninggalkan seragam putih abu-abu untuk pertama
kali mulai mengenakan baju bebas dalam menuntut ilmu. Kemeja polos berwarna
hijau tosca yang dipadukan dengan dress ungu,dan hijab bermotif yang ia
kenakan terlihat serasi dan menambah keanggunannya. Wedges hitam menemani kakinya melangkah. Tas cokelat muda tampak
menempel di punggung dan beberapa buku didekapnya. Farah kini siap memasuki
dunia baru dalam pendidikannya, dunia yang berbeda dengan masa putih abu-abu.
Dan dia telah resmi menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi. Sebuah
jurusan mengenai proses menelusuri transaksi keuangan dari suatu perusahaan.
Memang sepadan dengan kesukaannya dalam masalah hitung-menghitung.
***
Detik terus berjalan berganti menit, menit
berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti berganti
bulan, bulan berganti tahun. Waktu terasa begitu cepat. Kini Farah memasuki
semester ke empat. Sudah dua tahun dia bergelut dengan mata kuliah di setiap
semester. Begitupun dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan.
Pagi itu kelas untuk mata kuliah akuntansi keuangan II
dimulai.
“tolong
kumpulkan tugas yang kemarin saya berikan!“ Terdengar suara tegas lelaki paruh
baya dengan kumis tebal dengan wajah berhiaskan garis halus karena faktor usia.
Farah terlihat gugup bolak – balik membongkar isi
tasnya,dibukanya buku–buku itu barangkali tugasnya terselip. Wajah cantiknya
terlihat begitu cemas.
“kamu kenapa
Far?”tanya Rifa yang duduk di belakangnya.
“tugasku
ketinggalan Rif.”
“ambil saja
punyaku Farah,kebetulan aku punya dua.”
“apa kau
tidak keberatan ndu?”
“tidak Far,tinggal
kamu beri nama.”
Mungkin Farah sudah kena marah dosen jika tidak ada Pandu.
Pandu, Rifa dan Lisa adalah kawan yang sering bersama Farah, karena memang
mereka satu jurusan. Tidak heran jika mereka sering bertemu di kelas yang sama.
Pandu.
Beribu kebaikan yang ia tabur, kini mulai dirasakan oleh Farah selama berteman
dengannya. Kerap kali Pandu membantu Farah dalam menyelesaikan tugas yang
semakin rumit. Tidak hanya itu,pernah Pandu sedikit mengajari Farah sesuatu
yang benar-benar baru untuknya. Siang itu Farah di perpustakaan,menyentuh
setiap buku di rak, tetapi belum juga dia menemukan bukku yang dicarinya.
“Assalamualaikum
ukhti, sedang mencari buku apa?” Farah terkejut dengan suara Pandu yang
menyapanya saat itu.
“Waalaikumsalam
ndu,aku sedang mencari buku manajemen keuangan,namun belum kutemukan juga.
Namaku Farah ndu bukan ukhti.” Pandu tertawa kecil mendengar perkataan Farah
yang polos tadi. “kenapa ndu? Ada yang salah?”
Mulailah mereka pada bahasan mengenai bahasa Arab. Pandu
sedikit menjelaskan kata ‘ukhti’ itu dari bahasa Arab yang artinya ‘saudara perempuan’. Farah
tersenyum malu dengan wajah yang sedikit merah. Pandu memang pernah belajar
bahasa Arab ktika SMA.
Ketika Farah
mulai disibukkan dengan tugas kuliahnya,seringkali ia lupa segalanya,tidak
sempat untuk sekedar menganjal perut, sering kali ia seakan tuli ketika adzan
berkumandang. Ketika itu Pandu menjadi alarm untuknya.
“Far
sudahkah kamu sholat?”
“Belum
ndu,tanggung ini sebentar lagi selesai.”
“Tinggal
dulu, biar aku yang menyelesaikan. Cepat ambil wudhu dan mukenahmu.”
Mereka memang sering satu kelompok,atau belajar bersama.
Pandu juga menjadi teman curhat ketika Farah bersedih.
Gadis cantik
itu tampak terjaga dari mimpi, mimpi di mana ia dapat menggapai rembulan dengan
jemari lentiknya,dan menyimpan cahaya itu untuk menjadi penerang hati dalam
kegelapan, kegelapan perasaan cinta yang membutakan segalanya. Mungkin ini
hanya akan menjadi rahasia dia dengan Nya. Mimpi ini telah mewakili perasaan
gadis cantik bernama Farah itu kepada lelaki yang pertama kali bisa membuat
Farah jatuh hati. Pantaslah jika Farah memiliki perasaan cinta kepadanya,karena
lelaki itu mungkin memang dambaan setiap kaum hawa. Lelaki dengan postur tubuh
semampai dan kulit sawo matang itu berhati selembut sutra,meski badan sekuat
baja. Dia tidak segan-segan mengulurkan tangan kepada orang-orang disekitarnya
yang sedang dilanda kesulitan. Begitupun parah yang sering dibantu olehnya dalam
menyelesaikan tugas kuliah. Perasaan itu kini mulai Farah rasakan,benar dia
menyukainya, tidak heran jika wajahnya terus terlintas dalam benak gadis cantik
itu,dialah lelaki untuk pertama kalinya Farah mengenal cinta dalam kehidupan.
“Apakah kau
perlu tahu perasaanku?”
Tapi ia tidak memiliki keberanian untuk membuka bibir dan
meluncurkan kata cinta kepada Pandu yang ia kagumi selama ini. Namun dalam
kebisuan dan ketidakberdayaan hatinya, nama Pandu selalu diselipkan dalam
doa-doa malamnya.
“Kuyakinkan
dalam hatiku, kau juga memiliki perasaan yang sama sepertiku.”
Matanya kembali terpejam, beristirahat, karena besok Farah
harus masuk kuliah.
***
Bulir-bulir air hujan telah berhenti
berjatuhan, menyisakan bulir air di antara dedaunan. Pelangi menampakkan diri
berbagi kecerahan warnanya kepada dunia. Kehadiran pelangi indah ciptaan Allah
itu semakin mewarnai kehidupan Farah.
“Aku tidak melihat pelangi indah itu
pagi ini, kemanakah engkau bersembunyi?”
Siapa yang tahu malam yang indah akan berganti badai keesokan
harinya. Tidak seorangpun yang tahu, karena itu sudah menjadi rahasia Nya, itulah
kehidupan.
Bola matanya tidak bisa berhenti melihat ke setiap penjuru
kelas,mencari pelangi yang hilang. Dia tidak melihat Pandu hari ini. Namun dia
enggan menanyakan kemanakah Pandu pergi, meskipun kepada sahabat karibnya, Rifa
dan Lisa. Farah tidak ingin dicurigai,karena dia menanyakan tentang Pandu. Dia
hanya bisa duduk manis dosen, meskipun pikirannya terus mencari Pandu.
Terlihat
ponsel Farah bergetar, satu pesan diterimanya dari Rifa, namun tidak segera ia
buka karena masih jam pelajaran. Dibukanya pesan itu setelah ia pulang, terlihat
sebaris kalimat bahagia namun menyakitkan. “Far,kamu diundang Pandu di acara
tunangannya besok,nanti kalau bisa bareng sama aku yah.”
Kabar itu
telah membelenggu bibir dan senyum manisnya. Buliran bening keluar dari matanya
yang indah, mengalir membasahi pipi. Farah tidak percaya jika ia harus
kehilangan pelangi di hidupnya. Pandu
memang pelangi yang selalu menebar keceriaan dalam hidupnya. Tapi Farah tidak
akan bisa memilikinya.
***
“Farah cepet
yah.”
“Dandannya
jangan lama-lama,takut telat.” Suara Rifa dan Lisa yang sedang menunggu Farah.
Mereka akan datang ke acara tunangan Pandu. Buliran bening mengalir kembali
membasahi pipi manisnya.
“Ah kenapa
aku ini,haruskah ku relakan? Haruskah ku tetap berjalan? Tapi bayang wajahmu
selalu di anganku.” Bibir Farah bergetar menahan tangisan, perasaan layu bagai
bunga yang tidak terawat. Farah mencoba tegar,menghapus air matanya, senyum
kembali tebentuk di bibir tipisnya, mencoba ikut merasakan kebahagiaan yang
dirasakan Pandu.
Terlihat
rona wajah bahagia lelaki itu, kini bersama perempuan yang benar-benar akan
menjadi pendampingnya. Perempuan dengan postur tubuh tinggi setara telinga
Pandu. Dia menjadi pilihan dari orang tua Pandu. Orang tua tetaplah orang tua, perintahnya
haruslah dituruti selagi itu baik. Apalagi lelaki seperti Pandu yang sedikitpun
tidak ingin melukai hati orang tua.
“Selamat ya
ndu.” Ucap Farah sembari menjabat tangan Pandu.
“Makasih Far
sudah menyempatkan datang.”
Farah tampak tersenyum melihat Pandu meski kepedihan masih
menggetar dalam dadanya. Patah sudah angan dan harapan Farh untuk bersamanya.
Mungkin ini kesalahanku yang tidak mau membuka bibirku dan menyatakan
perasaanku. Lebih baik dari awal aku tidak mengenalmu jika akhirnya kau tidak
bersamaku. Sudahlah mungkin Allah akan memberikan yang terbaik untukku,mungkin
bukan yang terbaik yang aku inginkan, tetapi yang terbaik yang aku butuhkan. Farah tampak terbawa arus
lamunannya.
“Hei
Far ayo pulang,jangan ngelamun terus.”
“Eh iya
pulang,kemana?”
“Ya ke rumah
lah Far,ngelamun terus jadi kaya gitu.”
“Aku tidak
melamun,aku hanya bengong.”
“Sama saja
Farah......”
Kini
perasaan itu hanya bisa Farah pendam dalam-dalam , dan benar-benar menjadi
rahasia dia dengan Nya. Dalam cinta meski harus menunggu lama, dia percaya
bahwa cinta akan membawanya ke tempat dia seharusnya berada.
“Pandu
memang bukanlah tempatku.”
0 komentar:
Posting Komentar